![]() |
Bangunan: Inilah bangunan Bale Beleq yang berada di Desa Pejanggik, Praya, Kabupaten Lombok Tengah, foto (Saepul Hakkul Yakin) |
"Kenangan perjalanan pewarta, pada tahun 2020 yang lalu di Pejanggik, Praya,".
PRAYA, Halamankita.com - Keheningan laut menyeruak pecah. Guncangan yel-yel mengangkasa menusuk langit.
Bersamaan dengan debur ombak, puluhan, bahkan ratusan armada tempur membelah lautan hari itu.
Kapal-kapal bergerak melintasi bak iring-iringan semut. Di dalamnya ada 8 ribu bala tentara gagah berani.
Lengkap dengan persenjataannya, para serdadu membawa misi invasi. Sebuah misi penaklukan atas tanah Lombok. Mereka siap mati demi panji yang diimani.
Catatan sejarah tanggal 25 Agustus 1891, silam. Konvoi armada laut yang bergerak dari arah barat (Bali) itu membelah Selat Lombok.
Dua armada berukuran besar dan lebih modern. Di depan, Sri Mataram dan Sri Cakra tampil sebagai panglima.
Konvoi armada perang Kerajaan Karangasem Bali itu mengabarkan kematian bagi tanah yang dituju. Sebuah upaya penumpasan atas perlawanan orang Sasak, Praya di bawah kendali Kerajaan Pejanggik.
Di seberang, gelombang serbu dari Pulau Dewata itu tak sedikitpun menciutkan nyali rakyat Pejanggik. Alih-alih bertekuk, menyerah pun mereka tak sudi.
Perlawanan tak kalah beraninya dilancarkan. Padahal nyata di depan mata, beberapa desa dibuat takluk. Serdadu Karangasem dengan mudah merangsek masuk terutama di kawasan pesisir.
Jangankan padam, gelora bara perlawanan warga Lombok semakin membumbung. Mereka tak gentar dengan persenjataan lengkap 8 ribu pasukan yang datang.
Tercatat, sekitar 2 tahun lebih pasukan pendatang dibuat kelimpungan. Orang-orang Lombok di Praya dengan strategi pukul lari. Rupanya membuat pasukan Kerajaan Karangasem berkeping-keping.
Mereka tidak mudah mengalahkan kendati dengan persenjataan yang kalah lengkap. Dengan menggunakan strategi pukul lari itu, Kerajaan Karangasem dibuat berang.
Harus ada upaya lebih ekstra untuk meredam perlawanan penduduk setempat.
Tepat tanggal 8 September di tahun yang sama, pasukan bantuan segera menyusul. Sedikitnya ada 3 ribu pasukan Karangasem yang didrop ke medan pertempuran. Jumlah tersebut lengkap bersama 1.200 pasukan elit kerajaan itu.
Upaya ini rupanya membuahkan hasil. Perlawanan warga di Praya dibumihanguskan.
Laskar Kerajaan Karangasem tak membiarkan sedikit pun potensi perlawanan yang mungkin muncul kembali.
Bangunan berupa rumah warga dan pusat pemerintahan Kerajaan Pejanggik dirubuhkan. Bangunan-bangunan itu rata dengan tanah.
Kini di pusat pemerintahan kerajaan Pejanggik berdiri sebuah bangunan yang diberi nama Bale Beleq. Bangunan itu berada di Desa Pejanggik, Kecamatan Praya Timur Lombok Tengah.
Konon, bangunan ini diinisiasi mendiang TGH Sibawaih pada tahun 1972. Hajatannya sebagai mercusuar mengenang bara perlawanan rakyat Pejanggik.
Tepat di sekitar bangunan Bale Beleq inilah dulu keraton dan pusat pemerintahan kerajaan Pejanggik pernah ada.
Sekitar dua abad sudah peristiwa itu berlalu. Keruntuhan Kerajaan Pejanggik karena serbuan Kerajaan Karangasem saat ini hanya didapat dari cerita mulut ke mulut. Tidak ada bukti sejarah yang cukup untuk mengidentifikasi keberadaan kerajaan itu.
Merujuk Babad Lombok dan Babad Praya, Kerajaan Pejanggik Didirikan oleh Mas Brang Tapen. Sosok ini merupakan satu dari beberapa adik Mraje Selaparang yang membangun Kerajaan Selaparang di Lombok Timur.
Konon, kekuasaan Kerajaan Pejanggik tidak hanya di Lombok Tengah. Namun beberapa wilayah di bagian selatan Lombok Timur juga menjadi teritorialnya.
“Bale Beleq merupakan keraton yang didiami oleh sang raja sampai dengan pemerintahan raja terakhir Pemban Mas Meraja Kusuma,” ucap tokoh muda Pejanggik, Muhammad Jaelani, Jumat, (04/04) dua pekan lalu.
Bangunan berukuran 9 kali 9 meter dengan tinggi 15 meter tersebut tak hanya kraton sang raja. Bangunan itu sekaligus masjid, menjadi tempat ibadah.
Dari penuturan Jelan, sapaan akrab pria ini, diketahui pergantian tahta kerajaan terjadi hanya dua kali sepanjang sejarah berdirinya kerajaan Pejanggik. Tapi pergantian kekuasaan itu sampai saat ini sulit ditemui karena masa fatrah.
Yakni suatu masa jeda dimana hal yang mencakup keturunan dan kekuasaan pada waktu itu terlupakan.
Pada masa pemerintahan Pemban Mas Mraja Kusuma, jelasnya, barulah dibangun kraton atau istana megah. Kejayaan kerajaan Pejanggik disebutnya berada di puncaknya.
Hal ini dibuktikan dengan berkembangnya seni kesusastraan kala itu. Beberapa yang bisa ditemui seperti epos Mandalika. Ada juga tari topeng Amaq Abit dan Cilinaye.
Siapa sangka di waktu yang sama, kekuasaan Pemban Mas Mraja Kusuma merupakan awal babakan sejarah baru. Kerajaan Pejanggik runtuh.
Berakhirnya kejayaan Pejanggik karena penyerangan ketiga oleh kerajaan Bali yang dipimpin oleh Anak Agung Alid dan Kabe-Kabe.
Porak porandanya kerajaan Pejanggik dilatarbelakangi situasi politik pada saat itu. Selain menyerbu Karangasem, Pejanggik keropos dari internal sendiri.
Selama berdirinya sampai saat ini, bangunan tersebut telah melonjak selama empat kali. Pertama dipugar oleh Abah Udin Praya dan terakhir oleh tuan guru sepulau Lombok.
Tembok dasar Bale Beleq dibuat dari campuran tanah dengan kotoran sapi. Bangunan itu kokoh setinggi 10 meter dan induknya dikelilingi anyaman bambu.
Atapnya terbuat dari ilalang. Bagian dalamnya, didapati kursi singgasana kerajaan berukuran 2 kali 1 meter persegi dan satu tiang agung yang berada di tengah.
Saat ini tempat tersebut dijadikan sebagai lokasi pengajian masyarakat sekitar. Digelar setiap malam hari Rabu.
Selain ditempati pengajian, juga sebagai lokasi pelaksanaan ritual. Seperti perang timbung, maulid adat, asah emas dan ritual lainnya.
"Luasnya sekitar 50 are. Sekeliling pagar oleh pepohonan hidup inisiatif warga ketika pemugaran terakhir kali," pungkasnya. (pol)