Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Lotim Darurat Sampah

Senin, 07 April 2025 | April 07, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-07T13:43:28Z
Sampah: Seseorang tengah membuang sampah di TPA Ijobalit, Kecamatan Labuan Haji, Lombok Timur, (foto/Lombok Post)


Halamankita.com - Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berkomitmen mengurangi sampah sebesar 30 persen. Sedangkan penanganan sampah dengan benar sebesar 70 persen dari total timbulan sampah pada tahun 2025.


Bicara soal sampah, hingga saat ini belum menemukan benang merah. Semua masih terjebak dalam lingkaran setan, yang tak tahu akan mulai dari mana.


Wakil Bupati Lombok Timur, H Moh Edwin Hadiwijaya, baru-baru ini kembali komentari soal itu. Menurutnya, Lotim tidak hanya darurat bencana melainkan sampah.


Kendati dirinya menyinggung lebih khusus yang menyangkut kawasan wisata. Namun demikian dirinya mengaku hal itu menjadi persoalan itu menjadi fokus pemerintah.


Salah satu solusi yang ditawarkannya ialah penyediaan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Dengan demikian, menurutnya, volume sampah dapat menjadi jauh berkurang.


"Telah menganggarkan untuk penyediaan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST)," papar Edwin, saat menghadiri sebuah acara.


Bicara soal sampah, Lombok Timur sejak tahun 2021 telah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Mengatur Penggunaan Sampah Plastik.


Namun nampaknya, penerapan Perda ini mandek. Bisa dilihat sampah di Lotim cukup memperhatikan.


Data tahun 2024, menunjukan 110 hingga 120 ton perhari. Jumlah itu merupakan sampah yang bisa ditangani oleh dinas terkait, yang hanya mencapai 30 persen dari target 70 persen yang dilakukan hanya di 11 kecamatan dari jumlah 21 kecamatan di Lotim.


Selanjutnya untuk mendukung itu, pemerintah kembali menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Retribusi Nomor 6 Tahun 2023.


Kebijakan Pemda Lotim melalui Perda itu terbilang sangat tepat. Jika dikaitkan dengan upaya menekan jumlah sampah.


Namun demikian, timbul pertanyaan prihal keberadaan Perda tersebut. Seperti pada pasal 4 ayat 1, menyatakan sasaran pengaturan Pembatasan Timbulan Sampah Plastik dalam Peraturan Daerah ini meliputi pelaku usaha dan/atau kegiatan di bidang, (a) Ritel, (b) Jasa Makanan dan Minuman dan, (c) kegiatan pemerintahan.


Dikutip dari laman Lombok Research Center, Herman Raka, staf peneliti lembaga tersebut mengatakan, yang menjadi mengganjal pemikiran ialah aktivitas PT Selaparang Energi sebagai produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), dan PD Selaparang Agro sebagai distributor salah satu merek AMDK. 


"Disinilah konsistensi dan dilema,” tulis Herman.


Menurutnya, penerapan kebijakan publik haruslah bijaksana. Dimana, peraturan tersebut harus adil terhadap semua, tidak terkesan memihak pada salah satu kepentingan saja. 


Lebih lanjut ia mengatakan, konsistensi dan dilema yang maksudkan terkait dengan kebijakan Pemda Lotim ini adalah terkait dengan keberadaan dua BUMD yang menjadi produsen dan distributor AMDK sebagai salah satu unit usahanya. 


Bukankah selama ini, kata dia, secara langsung maupun tidak mereka juga menjadi salah satu kontributor dalam timbulan sampah di daerah ini. 


Apalagi hingga saat ini dirinya belum mendengar informasi mengenai teknologi daur ulang sampah dari produk yang dipasarkan oleh kedua BUMD milik Pemda Lotim ini. 


Dia membeberkan, berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin), produksi kemasan gelas sedotan 220 mil, 10,4 milyar pcs per tahun.


Menyumbang timbulan sampah sekali pakai 46 ribu ton per tahun, atau 26 persen dari total timbulan sampah AMDK. 


Sumbangan sampah market leader di kemasan ini disebut 5.300 ton per tahun.


Konsistensi kebijakan tersebut, ucapnya, akan diuji dengan apakah Pemda Lotim sebagai pemilik dua BUMD yang dalam salah satu unit usahanya menjual dan memproduksi AMDK, berani untuk menghapus unit usaha dari kedua BUMD tersebut. 


"Jangan hanya masyarakat saja yang harus dituntut untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai namun, pada sisi lainnya pemerintah daerah berbeda dengan kebijakan yang dibuatnya," ucapnya.


Di halaman yang sama, dirinya juga menyoroti keberadaan franchise ritel modern yang menjadi sasaran dari penerapan kebijakan itu. 


Menurutnya, bukankah buah dari kebijakan lainnya yang dibuat oleh Pemda Lotim, dimana keberadaan franchise ritel modern tersebut telah merambah hingga ke pelosok-pelosok desa. 


Dalam hal ini mungkin mereka masih bisa konsisten menjalankan perintah yang termuat dalam Perda itu, namun bagaimana dengan pasar rakyat yang tentunya dalam hal pengawasan dan tindakan akan mengalami berbagai kendala seperti. 


Jumlah petugas yang mengawasi ataupun mengambil tindakan jika kebijakan tersebut dilanggar oleh masyarakat.


Kebijakan pemda dalam bentuk perda tersebut juga mengamanatkan untuk melakukan sosialisasi terkait pengurangan plastik sekali pakai. 


"Namun, jika melihat percakapan antara pegawai ritel dengan konsumen, sosialisasi itu tidak menyasar masyarakat dan lebih kepada para pengusaha ritel modern saja," ucapnya. 

×
Berita Terbaru Update