Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Nelayan di Labuhan Lombok Mogok Melaut, Tolak Peraturan Pemasangan VMS

Kamis, 10 April 2025 | April 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-10T14:11:35Z
Aksi: Sejumlah nelayan di Labuan Lombok, Lombok Timur, melakukan aksi mogok melaut karena peraturan pemasangan VMS, Kamis (10/04)


SELONG, Halamankita.com - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 42/PERMEN-KP/I/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Kebijakan ini disebut-sebut membebani nelayan, utamanya nelayan kecil.


Dalam ketentuannya, pasal 1 ayat 1 menerangkan, sistem pemantauan kapal perikanan yang selanjutnya disingkat SPKP, adalah salah satu sistem pengawasan kapal perikanan dengan menggunakan peralatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pergerakan dan aktivitas kapal perikanan.


Pasal 1 ayat 2 kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.


Bab IV pasal 9 dalam peraturan tersebut mengatur penyedia transmiter SPKP. 


Pasal 12 menyebutkan setiap kapal perikanan berukuran lebih dari 30 Gross Tonnage (GT) yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan di laut lepas wajib memasang transmiter VMS.


Namun demikian, dalam praktiknya kapal yang dibawah 30 GT diwajibkan untuk memasang alat tersebut. Inilah yang menyebabkan, nelayan menolak pemasangan Vessel Monitoring Sistem (VMS). 


Terbaru, seluruh nelayan di Labuan Lombok, menyatakan diri mogok berlayar. Aksi itu sebagai bentuk protes keras terhadap peraturan tersebut.


Pasalnya kebijakan ini disebutnya tak berpihak kepada nelayan kecil. Sebab, nelayan tidak akan mendapatkan izin berlayar sebelum memasang transmiter tersebut, seperti yang tertuang dalam pasal 12 ayat 2 dalam peraturan itu.


Ketua Forum Nelayan Lombok, Satriadi, meminta pemerintah untuk melihat kembali peraturan tersebut. Lantaran sangat memberatkan, khususnya bagi nelayan kecil.


Nelayan terancam tak bisa mencari ikan, lantaran izin melaut tak dikeluarkan bila belum memasang alat tersebut. 


"Harga pemasangan VMS ini sangat mahal, belum pajak ini sangat memberatkan nelayan kecil," ucapnya Satriadi, Kamis (10/04).


Dia membeberkan, harga pasang VMS mencapai Rp 10 juta lebih. Belum lagi, pembayaran per tahunnya yang mencapai Rp 4 sampai Rp 7 juta, ditambah biaya perawatan.


Sedangkan, kata dia, hasil dari laut, kata dia, tak sesuai dengan biaya pemasangan alat tersebut. Diperburuk lagi dengan harga ikan yang sangat rendah. 


Dampaknya nelayan semakin kesulitan, lagi dibebani dengan pengadaan VMS. Salah satu solusi yang mereka tempuh ialah dengan mogok melaut.


Dia mengaku beberapa minggu tidak pernah melaut lantaran tidak diterbitkannya Surat Layak Operasi (SLO) lantaran tak memasang alat tersebut.


"Kami mohon kepada para petinggi dan pemerintah tolong lihat dan perhatikan kami," ucapnya.


Jadi kata dia, penolakan terhadap aturan itu bukan tanpa dasar. Melainkan nelayan sangat dirugikan.


Bahkan, dirinya menyebut, alat tersebut tidak ada manfaatnya sama sekali untuk para nelayan.


Menurutnya Presiden Prabowo Subianto, harus turun membantu masyarakat nelayan. Sebab, kata dia, aturan itu berdampak pada nelayan-nelayan kecil.


"Lihat kami pak Presiden, lihat kami, kami menjerit dari aturan yang telah bapak mentri buat, tolong ditindak lanjuti lagi pak Presiden," teriaknya


Ia mengancam jika tak ditanggapi, akan melakukan aksi seluruh indonesia, sebab dampaknya sangat luar biasa merugikan.


"Kami tidak pernah meminta di pemerintah, kami tidak pernah. Tapi tiba-tiba pemerintah merampas sebagian dari apa yang menjadi hak kami," tutupnya.

×
Berita Terbaru Update