![]() |
Sosialisasi: Wakil Bupati Lombok Timur, H Moh Edwin Hadiwijaya, hadiri sosialisasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, Kamis (17/04) |
SELONG - Kekerasan terhadap kasus kekerasan seksual masih marak. Tak hanya menimpa orang dewasa namun juga anak-anak.
Maka dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, harus terus disuarakan. Dengan cara melebarkan sosialisasi keberadaan peraturan tersebut.
Wakil Bupati Lombok Timur, H Moh Edwin Hadiwijaya, mengatakan sosialisasi penting, tetapi bukanlah ujung. Sebab dapat dilakukan melalui berbagai platform media.
"Tindak lanjut dari sosialisasi itulah yang terpenting," kata Wabup Edwin, Kamis (17/4).
Kegiatan itu dihadiri oleh pemangku kepentingan seperti Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Lembaga Pengembangan Sumberdaya Mitra (LPSDM), serta sejumlah OPD, organisasi perempuan, dan tokoh agama.
Kehadiran mereka diharapkan akan muncul aksi bersama mewujudkan program perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan yang lebih baik di Lombok Timur.
“Sehingga kita mempunyai nanti, bersama pemerintah daerah, tentunya tidak hanya sosialisasi, tetapi action-action, salah satunya seperti yang disebut Pak Kadis adalah adanya rumah aman,” ungkapnya.
Wabup menyadari tindak pidana kekerasan seksual terjadi karena berbagai faktor, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga sosial.
Karena itu diperlukan upaya pencegahan, termasuk melalui kebijakan dan penegakan hukum. Pencegahan juga, menurut Wabup dapat dilakukan melalui komunitas.
Dia memandang pentingnya membangun kesadaran masyarakat bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak akan berpengaruh terhadap generasi mendatang.
Dirinya menekankan pentingnya peran media. Ia melihat sudut pandang media terhadap tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak akan memberikan dampak terhadap kesadaran masyarakat.
“Hari ini kita melakukan sosialisasi sebagai bagian dari peningkatan kesadaran masyarakat,” jelasnya.
Di lain sisi, Edwin memandang pentingnya keberadaan rumah aman. Sebab, kata dia, fasilitas ini penting bagi korban.
Menurutnya, korban kekerasan seksual khususnya anak tidaknya butuh perlindungan hukum, tapi juga dukungan psikologis. Korban, tambahnya, harus dijauhkan dari lokasi tempat kejadian.
Dirinya mengatakan, prihal ini masih didiskusikan dengan dinas terkait.
"Tadi ada usulan bagus UPT bisa langsung menjadi rumah aman. Ini mungkin kita jadi lebih efisien," ucapnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), H Ahmat, memaparkan data kasus kekerasan terhadap anak di Lombok Timur mengalami peningkatan.
Di tahun 2023 didapati 162 kasus, tahun 2024 sebanyak 189 kasus. Begitu juga dengan kekerasan terhadap perempuan juga mengalami peningkatan.
"Tahun 2023 tercatat 41 kasus dan tahun 2024 menjadi 83 kasus," bebernya.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022, kata dia, selain merinci bentuk kekerasan, ia juga menekankan adanya sanksi terhadap kekerasan seperti termuat pada pasal 10 tentang pemaksaan perkawinan usia anak.
Pelaku pemaksaan dapat dikenai sanksi pidana penjara sembilan tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta.
"Pemaksaan perkawinan tersebut termasuk juga yang mengatasnamakan praktik budaya atau pemaksaan terhadap korban dengan pelaku kekerasan," pungkasnya.